Kamis, 21 September 2017

Seperti Terlahir Kembali

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

  Pekanbaru, 21 September 2017.

  Bersama pagi hari dingin yang menyelimuti Kota Pekanbaru dan bayang-bayang kemacetan jauh dari pelupuk mata ini. Ya, gua disini, udah sejauh ini. Terperangkap disini bersama 29 anak lainnya. Yang berusaha lari dari hangatnya dekapan orangtua. Kalau kalian pikir gua udah mati suri, maka kalian benar. Gua emang udah mati suri dalam konotasi "menulis". Ga berasa udah berapa bulan sejak terakhir gua nulis blog ini. Dan sekarang seperti mumi yang baru bangkit dari kuburnya, gua nulis lagi. Banyak faktor kenapa baru sekarang lagi gue nulis lagi. Mulai dari padatnya jadwal latihan, sekolah yang ribet, sampai kadang pikiran gua yang kacau karena maklum, jauh dari rumah, rumah yang sebenarnya. Banyak hal yang gua sebenernya mau bagi ke kalian. Tapi ga mungkin muat di satu cerita ini. Mungkin butuh satu buah kapal untuk menampung semua rasa dan emosi yang gua pengen bagi ke kalian para reader setia gua. Tapi gue males juga nulis detailnya, hehe. Gua sih sekarang mau lebih bersyukur aja karena udah bisa ngelakuin kebiasaan yang selama ini gua lakukan. Ya, menulis. Bisa dibilang menulis juga bagian dari hidup gua, selain sepakbola pastinya. Gua sangat bersyukur bisa buka blog ini lagi, yang juga membuka ingatan gua tentang kenangan lampau dan juga RUMAH. 

  Gua mungkin akan mulai menceritakan kenapa gua bisa sampai terdampar disini. Gua disini sejak sekitar 3 bulan lalu. Ya, gua pindah ke Pekanbaru tidak lain dan tidak bukan untuk mengejar mimpi gue sejak orok. Yaitu jadi Pemain Sepakbola Profesional. Selain itu berhubung gue dapet beasiswa full di akademi sepakbola "Tiga Naga FA" gua pikir bisa membantu orangtua sedikit, dengan udah bisa mandiri dan pergi merantau mengejar serpihan mimpi yang perlahan terungkap. Kalo ditanya enak apa enggaknya? ya ada enak ada engganya. Setiap tindakan pasti ada baik dan buruknya. Oke dari yang gaenaknya dulu. Satu, jauh dari orangtua, jauh dari rumah, jauh dari kampung halaman, jauh dari teman dan sahabat, jauh dari pacar (yang ini sih khusus yang punya doi aja). Dan sedihnya selama 5 bulan gue nulis mungkin kalian pikir gue pacaran, kalian salah besar. Gue masih jombs, dan gue santai aja. lanjut, kedua, gaenaknya kalo ada masalah apa-apa ga bisa langsung ngadu, dan walaupun ngadu ke ortu butuh proses lewat telpon. Jadi kami atau khususnya gue dituntut bisa menyelesaikan masalah sendiri dan sebisa mungkin gamau juga bikin orangtua khawatir. ketiga, gabisa seenak atau sebebas dulu di kota asal. Inget, disini tempat rantau, budaya jelas berbeda. Jadi harus pinter bergaul dan jaga sikap. Dan selanjutya, enaknya. Satu, dapet tantangan hidup baru, dapet temen baru yang dari macem-macem daerah di negeri ini, dapet lingkungan baru yang jelas berbeda dari kota asal. Dua, karena disini kita punya satu tujuan, punya satu visi, gue jadi ngerasa ini emang tempat yang tepat untuk gue, atau emang mungkin gua ditakdirkan disini. Ketiga, gue disini bisa fokus karir dan udah dapet pelatih yang memang seharusnya yang mendukung gue jadi pemain sepakbola kelak. Walaupun jadwal latihan padat, omelan pelatih, latihan fisik menyiksa. Tapi dibalik semua jerit siksaan itu, jujur gue masih bahagia dan senang disini. Walaupun banyak tekanan, tapi setiap bola bergelinding di kaki gue, lengkung senyum masih bisa muncul samar dari bibir gue. Ya, itulah indahnya hidup. Terkadang terdapat kebahagiaan disela siksaan dahsyat.

   Rindu rumah? itu selalu ada di nadi gue. Rindu orangtua? wajib hukumnya. Rindu teman/sahabat? kadang ajasih, eh gadeng always, hehehe. Rindu itu suatu hal yang takkan bisa terlepas dari setiap manusia, apalagi seorang anak kecil ingusan kayak gue yang merantau ke negeri orang yang orangtua gue aja mungkin belum pernah kesana. Bahkan dari awal gue pindah kesini sampai sekarang, selalu gue ingat semua hal tentang rumah setiap mau tidur. Setiap liat jalan di jendela kamar, gue jadi inget rumah. Inget betapa kosongnya jalan, ga kayak di Jakarta, muacet ga karuan. Inget gue pernah subuh-subuh Touring sama temen-temen gue ke curug yang kondisi jalannya persis yang gue liat di jendela kamar gue setiap mau tidur. Setiap mau latihan, inget pesan-pesan pelatih gue yang dulu dan juga pesan bokap agar selalu berdoa sebelum menginjak lapangan hijau. Setiap gue makan malam di asrama, gue inget gimana ibu gue yang selalu siapin makanan buat gue. Selalu ingat betapa hangatnya makanan yang di buatkan oleh ibu gue, juga sehangat pelukannnya. Gue inget keluarga dan sahabat gue saat sedang tanding di sebuah stadion, membayangkan mereka semua sedang duduk di tribun dan memberi gue support agar bisa bermain bagus. Di akhir pertandingan tim gue menang, tapi ternyata mereka gak ada disana (di tribun). Gue gak bisa lupain semua hal tentang rumah. Yang bisa gue lakukan sekarang cuma ini; inget lagi siapa yang memutuskan pindah kesini, inget lagi siapa yang bertekad membantu orangtua, inget lagi mimpi yang udah lama gue kejar. Inget udah berapa jauh jalan yang gue tempuh agar bisa kesini, inget udah berapa banyak biaya sampai gua disini, inget pengorbanan dan tangisan yang keluar sampai gue bisa sejauh ini. Maka menyerah dan pulang bukan sikap yang benar. Selesaikan yang perlu diselesaikan dan pulang ke rumah dengan kesuksesan, atau berjuang sekuat tenaga sampai tidak diperlukan dan pulang ke rumah dengan kepala tetap tegak. Intinya rumah tetap jadi tujuan utama, tapi alasan pulang yang akan membuat perbedaan.

  Seperti saat hiking gue diajarkan, "rumah tetap tujuan utama, tapi gaada salahnya ambil bonusnya (puncak)." Jadi gue disini bakal berusaha ambil puncaknya dan rumah tetep jadi tujuan utama gue. Mungkin sampe sini dulu cerita gue. Gue udah lega bisa menuangkannya dalam blog kesayangan gue yang udah sekitar 5 bulan mati suri. Dan rasanya "Seperti Terlahir Kembali". Bakal banyak lagi cerita gue setelah pindah ke Pekanbaru ini. Pokoknya pantengin terus aja. Dan kalo bisa kabarin semua teman-teman kalian yang suka baca blog juga, bahwa gue udah kembali lagi.
  
Maacih,

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar