Jumat, 29 Maret 2019

Kopi Dingin Penanda Luka Lahir

Kupikir setelah tiap hari berulang kali
Tak terhitung gelas yang kuteguk
Rasa pahit tak lagi berarti
Padahal hati semakin remuk

Kupikir dengan melupakanmu aku bisa 
bebas
Nyatanya pertemuan singkat membuatku
kebas
Hati bergejolak tanpa alasan dan balas
Melahirkan senyum kecut yang bias

Aku mungkin cinta padamu
Tapi kamu lebih mungkin tak bisa mengerti
Yang kumau hanya waktu berhenti
Percuma, kau tak cinta padaku

Aku berani mengatakan itu karena aku cinta
padamu
Senyum sayu yang mengambang selepas
riuh kemacetan
Kibasan rambut hitam lebat mengganggu
konsentrasi yang padu
Tak ada yang lebih kutunggu selain
kehadiran

Aku cinta padamu, tapi aku tak mau
bergantung padamu
Harapan sudah lama menjadi musuh
beratku
Jadi, biar aku mencintaimu dalam ketiadaan
Dalam ketidakpastian yang menuntun hanya 
pada perpisahan

Pertemuan singkat
Rindu haram di antara sekat
Kekaguman parasmu yang memikat
Dalam hati selamanya akan ingat

Sebaiknya sore ini kuteguk sekali lagi kopi
terpahit
Ya, hitung-hitung bisa meredakan nyeri yang
menggigit
Menghapus semua yang tak menjadi kisah
komplit
Kata yang tak sempat menjelma bait

Mengingatmu, adalah luka pahit yang selalu
ingin kuteguk.


-Uyyi, 28 Maret 2019

Kamis, 21 Maret 2019

Duduk Berdua Denganmu

Berdua denganmu, rasanya lebih asik
Seakan alam tengah berbisik
Semua sekejap terhenti
Antara kita yang bercengkerama tiada henti

Teduhnya senyummu
Rindangnya hatimu
Lembutnya suaramu
Membuat jantung membeku

Duduk, berdua, denganmu
Barangkali hal yang diimpikan semua insan
Bagiku, hanya denganmu
Dan hangat lembut sapa dan nyanyian

Kepala tempat merebahkan
Mata sekejap memejamkan
Di sampingmu, menenangkan
Jauh darimu, memenjarakan

Tapi, jatuh cinta hanya sekali
Sisanya tak bisa bangkit lagi
Begitu kurasa padamu
Duniaku kini hanya ada di matamu.


-Uyyi, 20 Maret 2019

Senin, 11 Maret 2019

Perjalanan Menelusuri Hutan

 Sinar matahari mengintip dari celah
bebatuan. Menembus kabut dan dingin
deru angin. Gelap ingin datang, hari 
sudah petang. Tak adakah gerangan 
yang ingin kau katakan? Sebelum 
tiba aku ditelan awan. Atau sebelum
memori tentangmu lenyap ditelan hujan.

 Biar kuluruskan, aku pencari
makna, bukan pelipur lara. Yang
gegap gempita melihat hati yang
merah. Yang terus terang tertawa
bahkan setelah senja tiba di pelupuk
mata.

 Aku bisa mati berkali-kali. Salah 
satunya saat kau menatapku. Atau ketika
dingin mengganggu. Tetap saja aku gagu
di depanmu.

 Hidup hanya sekali. Berakhir
jika kau membunuhku. Tapi kau membunuhku
berkali-kali.

 Kau anugerah dan terlahir.
Tapi kau hanya bisa terlahir sekali saja.
Begitu juga aku, dilahirkan sebagai pelari.
Hanya saja senyummu selalu bisa membuat
harapanku terlahir kembali. Bagi mereka
yang mengerti makna kehampaan hati.

 Ini adalah perhentian, bukan akhir.
Kuakhiri sajak ini sampai disini. Aku 
harus segera pergi. Semoga kecintaanku,
kecintaan kita tetap lestari. Sampai
jumpa lagi, pujaan hati.


-Uyyi, Ciremai 2019