Senin, 11 Maret 2019

Perjalanan Menelusuri Hutan

 Sinar matahari mengintip dari celah
bebatuan. Menembus kabut dan dingin
deru angin. Gelap ingin datang, hari 
sudah petang. Tak adakah gerangan 
yang ingin kau katakan? Sebelum 
tiba aku ditelan awan. Atau sebelum
memori tentangmu lenyap ditelan hujan.

 Biar kuluruskan, aku pencari
makna, bukan pelipur lara. Yang
gegap gempita melihat hati yang
merah. Yang terus terang tertawa
bahkan setelah senja tiba di pelupuk
mata.

 Aku bisa mati berkali-kali. Salah 
satunya saat kau menatapku. Atau ketika
dingin mengganggu. Tetap saja aku gagu
di depanmu.

 Hidup hanya sekali. Berakhir
jika kau membunuhku. Tapi kau membunuhku
berkali-kali.

 Kau anugerah dan terlahir.
Tapi kau hanya bisa terlahir sekali saja.
Begitu juga aku, dilahirkan sebagai pelari.
Hanya saja senyummu selalu bisa membuat
harapanku terlahir kembali. Bagi mereka
yang mengerti makna kehampaan hati.

 Ini adalah perhentian, bukan akhir.
Kuakhiri sajak ini sampai disini. Aku 
harus segera pergi. Semoga kecintaanku,
kecintaan kita tetap lestari. Sampai
jumpa lagi, pujaan hati.


-Uyyi, Ciremai 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar