Kamis, 02 Februari 2017

Sepasang Sepatu Basah


Adikku terkadang ceroboh.
Membiarkan masa kanak-kanaknya roboh.
Terburu-buru saat hujan membasahi aspal.
Hingga sepatunya basah yang hampir ia tak kenal.

Sepatu basah layaknya tak bertuan.
Sudah tak lagi menganggap dirinya seorang teman.
Karena rasa kecewa disebabkan keroyokan hujan.
Tak sadar bahwa itu sudah melawan,
Kegembiraan masa kecil dan kebebasan.

Kipas sejak tadi bekerja keras.
Menyembuhkan sepasang sepatu 
yang terlanjur basah.
Sekalipun mereka tidak menikmatinya.
Tak menganggap hujan sebagai ceria.
Bagi mereka hanya derita.
Mereka keliru, mereka belum cukup tua.

Andai sepatuku yang basah,
Akan kubiarkan mereka kuyup dan kalah.
Aku menganggap itu hal yang sah.
Tak melawan hukum, tak bersalah.
Tak ada satupun yang marah.

Aku rela setiap malam menunggu
sampai sepatuku kering.
Atau tak usah kubiarkan mengering.
Agar aku selalu hidup dalam setiap hujan 
yang membasahi kamu, juga sepatumu.
Aku tak peduli warnanya luntur,
takkan membuat aku gugur.
Tak risau walau besi keras melebur,
aku akan selalu menegur.
Setiap kedatanganmu yang membuat cuaca 
menjadi akur.
Lalu, aku tersungkur.

Semoga esok hujan turun lagi.
Senantiasa berkarya dan berani.
Sepatu ini yang akan menjadi saksi.
Bahwa aku telah jatuh cinta pada sepatumu,
keduanya.
Jangan khawatirkan sepatumu yang basah.
Dia takkan lelah.

Biarkan sepatumu basah karena hujan.
Jangan biarkan basah karena air mata.
Karena ku yakin, awan takkan rela.
Biar kamu merasakan, bagaimana indahnya cinta.
Dari sepasang sepatu yang tak bisa bicara.

Biarkan mereka saling mencinta.
Lihatlah ke langit yang sedang bercengkerama.
Dan sepatu yang kini kamu bawa kemana-mana.
Mereka basah, gembira dan senang tertawa.

Aku hidup diantara simpul tali.
Tidak usah kamu cari.
Aku akan ikut basah, dengan senang hati.
Bila perlu, kamu bisa berlari.
Agar kamu mengerti.
Tapi, jangan lupa mengikat tali.
Kini aku yang terus berlari,
Tak bisa berhenti.

(2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar