Selasa, 18 Desember 2018

Tentang Cinta dan Kota

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

  Cinta, semudah itu mengucapkannya di lidah, mudah direalisasikan pada sebagian orang, tapi tak sedikit yang mengerti apa arti cinta itu sendiri. Umumnya remaja menafsirkan cinta itu, yap, pada perempuan. Saya bisa mengerti itu, tapi saya rasa itu kurang tepat untuk saya saat ini. Saya telah jatuh cinta pada sebuah kota yang sejuk dan dingin. Ya, Bandung. Saya menyadari saat walaupun saya tak banyak memiliki teman disini, tapi entah, Bandung selalu sulit untuk saya tinggalkan. Walaupun saya terlanjur cinta Jakarta yang notabene adalah kota kelahiran saya dan tempat saya menghabiskan waktu 16 tahun saya. Selanjutnya adalah perpindahan yang akhirnya membawa saya kesini. Entahlah, saya tak bisa menafsirkan perasaan saya pada kota ini. Seperti halnya jatuh cinta, tak perlu pakai alasan bukan? Itulah mengapa jika saya menyukai sesuatu tanpa punya alasan, maka itu adalah cinta. Sebetulnya jika kalian menerka karena saya cocok dengan "orang-orang" Bandung, saya rasa itu bukanlah sebab saya jatuh cinta pada kota ini. Walau tentu budaya dan kebiasaan masyarakatnya berbeda dengan Jakarta dan Pekanbaru, tapi setiap kota saya tetap menemukan orang-orang yang menarik sesuai dengan ciri kedaerahannya. Saya juga acapkali tak suka seseorang kerena bawaan kedaerahannya, mau itu di Jakarta, Riau ataupun Bandung. Yang pasti saya mengatakan ini atas akal sehat dan kesadaran saya.

  Baiklah, jika ingin saya gambarkan sekilas tentang Bandung dari sudut pandang saya, mari berimajinasi. Bandung, adalah kota yang sebenarnya tak terlalu besar, tapi cukup luas untuk saya telusuri jalannya. Pohon rindang seringkali menghiasi jalan-jalan yang kini sudah sesak oleh kendaraan. Saya suka saat jalanan kosong, larut malam. Dimana menyusuri jalan yang sepi, dingin menyergap dan keheningan membawa saya jauh menyusuri ketenangan. Bandung bagi saya, selalu memberi kesan tenang. Entah kenapa. Karena sejuk, mungkin. Karena tak seramai Jakarta (tapi saya rasa hampir sama saja), bisa jadi. Entahlah saya tak tahu. Bandung bagi saya sudah seperti rumah saya, dan sempat terpikir di benak saya akan sungguh menetap disini. Entahlah baru sekadar rencana dan angan saja. Tapi akan menjadi realita jika dapat "Mojang Bandung", haha saya hanya bergurau. Tapi dari gurauan ada benarnya juga. Kemungkinan saya menetap di Bandung akan semakin besar peluangnya bila saya berjodoh dengan pribumi Bandung. Dan saya tak bisa bohong, memang tak salah Bandung dicap mempunyai kota yang "cantik", karena memang garareulis awewena, asli. Sama seperti kota kelahirannya, wajah-wajah mereka melambangkan ketenangan, entah. Sebagian besar yang saya lihat begitu, tapi bukan semua, camkan! Memang ayu dan benar-benar... sudahlah saya kehabisan kata-kata. Pokoknya extraordinary.

  Kalo bicara soal wanita, selain Jakarta dan Bandung (Riau tak se-spesial kota-kota ini), Jogja adalah salah satu yang terbaik. Kenapa? saya pernah menjamahnya walau tak lama. Tapi sudah tergambar bagaimana "cantiknya" Jogja. Walaupun punya kesan dan aura yang berbeda (menurut saya) dengan Bandung atau Jakarta, tapi ia punya daya tarik tersendiri juga. Perasaan saya sangat amat seperti bagaimana ya, agak sulit diucapkan. Hmm, sepertinya layaknya hidup dalam kota yang masih seperti suasana desa. Sangat terasa tradisional dengan khas keraton Jawa yang melegenda. Terasa suci dan seperti tak ada hal yang berbau kata-kata kasar disana. Hmm, seperti sangat kaku dan baku, tapi saya suka itu. Terasa sangat formal tapi eksotis. Yang dari banyak bangunan layaknya kerajaan Jawa yang kental dalam perasaan indera saya. Entahlah begitu eksotis berbeda dengan Bandung. Tapi saya belum sempat jatuh cinta pada Jogja, tak tahu apakah bisa, tapi yang jelas sampai saat ini Bandung dan segala hiruk pikuknya yang mencuri hati saya. Kalau Jakarta tak perlu dibahas lagi, itu sudah menjadi kecintaan saya sejak lahir, jadi saya rasa tak perlu lagi menggambarkan betapa berartinya Jakarta untuk saya. Karena selama orangtua saya di Jakarta dan sampai kapanpun jakarta akan tetap menjadi tempat pulang anak kecil yang coba menjelajahi dunia.

  Rencana untuk berpulang ke Jakarta akan segera saya realisasikan. Tapi walau rasa gembira tak terhankan dalam dada, rasa sedih seakan takut kehilangan tiba-tiba muncul. Saya agak takut jika harus pergi (ya walaupun pasti akan kembali lagi) dari Bandung. Walau hanya beberapa bulan saja, Bandung sudah menjadi seperti sesuatu hal yang saya sulit tinggalkan. Rasanya hampir sama ketika saya pertama kali ingin pergi jauh merantau ke Riau. Sebenarnya saat di Jakarta yang membuat hati ini berat meninggalkannya adalah karena saya tak mau meninggalkan kenangan bersama kota itu dan masa keindahan remaja yang baru saja saya jajaki. Tapi, andai saya dahulu tidak pindah ke Riau, saya mungkin sudah bahagia bersama masa remaja yang dibilang orang paling indah, masa SMA. Tapi takkan saya belajar dari hidup ini bahwa takdir punya caranya sendiri mempertemukan kita pada orang-orang yang sudah ditakdirkan hadir dan mengisi kehidupan kita kelak.


lengangnya jalan Ir. H. Juanda/Dago

sore di jalan Buah Batu
  Bandung memang rumah, tapi saya rasakan masih sebagai "tempat". Lain halnya kota seribu cerita Jakarta. Jakarta memang rumah saya, tapi jauh dari hanya sebagai tempat, tapi pada orang-orang didalamnya. Mungkin kalian suatu saat akan mengerti. Dimana titik tertinggi dari yang disebut rumah bukanlah lagi pada tempat, tapi pada "seseorang" atau bahkan "orang-orangnya". Bandung belum sekarang, tapi mungkin saja hari esok, esok, esoknya akan tiba. Tunggu saja dan nikmati.

  Salam Hangat, Rumah Tercinta,
  Jakarta.


Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar