Jumat, 15 Februari 2019

Kita Bertumbuh

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

   Sore, senyap, dingin, rintik, basah, hujan. Kata-kata apalagi yang mampu menafsirkan sore ini di kota Priangan? Sendu, mungkin. Bandung memang dingin, tapi kini makin dingin saja. Cepat, waktu berlalu terlalu cepat. 2019 sudah tergelincir di Februari, tak terasa masa SMA akan segera berakhir. Rasanya aku masih ingin berseragam putih abu-abu di sini. Menjalani rutinitas yang awalnya aku benci, lama-lama tak bisa kutanggalkan dari tubuhku. Bangun pagi (sering kesiangan) lalu memacu motor ke sekolah ditemani embun yang dingin. Jalanan macet yang selalu kunikmati dengan sepotong lagu 'Adhitia Sofyan', atau 'Alex Turner', dan musik menenangkan lainnya. Sampai di sekolah yang tenang, matahari sudah membuka matanya terang-terang. Atau kebiasaan datang ke tempat bimbel yang selalu membuatku bersemangat menghadapi ujian. Sial, semuanya kenapa cepat sekali berlalu? Jika bisa, aku ingin selamanya seperti ini. Menghadapi semua yang pelan-pelan menjadi ketergantungan. Aku ingin tinggal lebih lama lagi di sini. Aku ingin tetap menjadi anak bodoh yang terus datang ke sekolah. Aku ingin tetap ambisius dan datang ke tempat bimbel. Aku ingin tetap menikmati udara kota dengan lari pagi. Tak ada lagi yang kuinginkan, selain menetap lebih lama di sini.

  Begitu berartinya kota ini, sehingga rasa-rasanya punya daya gravitasi yang lebih kuat dari kota-kota sebelumnya. Apalagi setelah aku mendengar lagu "Forget Jakarta"-nya Adhitia Sofyan, aku makin yakin, bahwa aku bisa move-on dari Jakarta. Tapi jangan salah menerka, yang aku maksud biar aku bisa menjalani hidupku lebih baik dengan "melupakan Jakarta". Tapi, ya sebenarnya aku jelas tak pernah bisa melupakan Jakarta, rumahku di sana. Aku harus bisa melupakan segala kenangan buruk; entah itu patah hati, kegagalan, apapun hal buruk yang pernah terjadi di sana, harus ku buang jauh-jauh. Biarkan aku membuka peluang bagi kota lain untuk jadi keberhasilanku selanjutnya. Biarkan aku memberi kesempatan kota-kota lain untuk bisa memahamiku. Biarkan aku membuka hati agar cinta dan mimpi bisa kembali hidup di antara siang ramai dan malam yang gemulai. Juga, soal hati. Aku harus bisa menutup lembaran lama, harus meninggalkan yang harus aku tinggalkan. Harus bisa merelakan apa yang memang harus diikhlaskan. Harus bisa menghapus semua mendung yang lama bersarang di relung kepala yang menjamah jadi amarah tak bertuan. Aku harus bisa membuka hatiku, biar ada orang lain (di kota lain) yang bisa mengisinya. Kenapa? karena aku benar-benar susah sekali move-on dari Jakarta. Tapi setelah mendengar kata, "Maybe, it's time to move away", aku sadar. Biarkan semua, mau rasa yang sudah diungkapkan, atau rasa yang tak sempat diungkapkan, yang gagal bersarang, yang tak sampai, yang tak pernah sebagaimana yang kumau, selama itu di Jakarta, aku sudah seharusnya move-on. Aku tahu, kalian mungkin tahu, betapa berartinya Jakarta bagiku. Tapi jika hanya membuatku terus terbayang masa lalu dan tak bisa meraih masa depan dan menghadapi kenyataan? mengapa harus dipertahankan. Memang tak pernah mudah, aku tak tahu berapa bulan kuhabiskan merelakan semuanya. Yang pasti, hidup mesti terus berjalan, dimanapun itu. Akan selalu ada yang lebih baik, yakini. (ohiya coba deh, dengerin lagu Forget Jakarta, nanti mungkin bisa ngerti).

  Bandung, kini rumahku. Ayahku pernah bilang, ia sudah penat dengan Jakarta dan suatu saat ingin pindah ke kota lain. Aku sama sekali tak keberatan. Awalnya kupikir dengan meninggalkan Jakarta aku takkan pernah bisa utuh lagi. Tapi, kini sebaliknya. Bandung lebih memberi arti untukku, entah mengapa, aku tak mengerti. Makanya aku hanya berharap bisa lebih lama lagi di sini, semoga bisa melanjutkan kuliah di sini. Harapan tak selalu berakhir seperti yang dimau. Aku sudah memutuskan jika tak diterima kuliah di sini, Semarang dan Jogja adalah tujuan selanjutnya. Jakarta? aku ingin belajar hidup tanpa terlalu bergantung sesuatu lagi. Aku juga ingin menjelajahi kota-kota lainnya yang mungkin rezekiku ada di sana. Ayahku juga berpesan agar sebisa mungkin melanjutkan kuliah tidak di Jakarta. "Mau di Jakarta lagi? udah diluar aja, cari pengalaman," begitu kata ayahku. "Iya pah, dari lahir udah di Jakarta, mau eksplor tempat lain lagi," tegasku. Lama-lama aku bisa menjelma jadi manusia pada zaman "Paleolithikum", yang cara hidupnya selalu berpindah-pindah (no maden). Tapi karena Bandung sudah memberi rasa yang sangat spesial di hatiku, rasa-rasanya kini masih sangat berat untuk beranjak. Ya kotanya, orang-orangnya, semuanya sangat menyenangkan bagiku. Tapi, harusnya karena sudah beberapa kali berpindah seharusnya tak lagi begitu sulit. Iya, aku yakin juga begitu. Tapi kota ini terlalu spesial, aku sudah terlanjur jatuh cinta. Selayaknya sepasang kekasih yang menyayangi, bukankah begitu sulit untuk saling melepaskan. Aku yakin Bandung juga menerimaku sangat baik, aku bisa merasakannya. Dengan keramahan dan kesejukkan yang tak bisa kugambarkan secara nyata. Ikatan batin, urusan hati, selalu sulit diatasi.

  Sebenarnya mau di manapun nanti kakiku berdiri, seharusnya semua perjalanan ini membuatku semakin bertumbuh. Ya, kita mesti bertumbuh. Kita sama-sama dari embrio, tapi perkembangannya tak sama. Siap atau tidak, kita harus bertumbuh. Kenapa? karena akan ada fase di mana melepaskan semua masa kanak-kanak menjadi masa dewasa yang penuh resiko dan muslihat. Aku tak pernah siap, tapi aku juga tak mau tertinggal dengan orang lain. Kita harus bertumbuh, kita harus berani mengambil keputusan, berani keluar dari zona nyaman, berani melangkah walau kita takkan pernah tahu ada rintangan apa di depan sana. Bertumbuh... Bandung telah membantuku tumbuh menjadi orang yang lebih kuat, berani membuka mata dan menerima kenyataan sepahit apapun itu. Kota ini mengajarkan bahwa hidupku adalah yang ada di depanku, bukan selalu mereka yang pada keseharian tak bisa kusaksikan langsung. Kota ini mengajari bahwa harus menghargai keberadaan orang-orang di sekitar kita. Walau mereka adalah orang baru dihidup kita, tapi ternyata merekalah yang peduli. Kadang karena menganggap mereka adalah orang 'asing', sehingga kadang ironi sekali kita terlalu memikirkan orang yang jelas tak ada di keseharian dan mungkin tak peduli lagi dengan kita, sedekat apapun kita dahulu. Kota ini mengajarkan arti berani menghadapi hidup, tanpa bergantung pada orang lain. Ya, kuakui kita tetap butuh seseorang, tapi ada tak ada orang pun harus tetap membuktikan bahwa kita bisa terus maju. Aku bertumbuh, kamu bertumbuh, kita harus bertumbuh. Di manapun itu, dengan siapapun, kita harus bertumbuh!

  Jika akhirnya takdir berkata aku harus pergi lagi menyusuri kota lainnya, tak apa. Walau rasa berat hati dan sedih yang menumpuk akan menghampiri, berat meninggalkan yang sudah terlanjur dicintai. Tapi kita kan harus bertumbuh, kita harus mampu. Kenangan pasti akan selalu melintasi pikiran manusia. Seperti halnya Jakarta. Aku tegaskan lagi, aku hanya akan melupakan hal-hal yang kerap membuatku kehilangan arah dan gairah hidup. Aku tetap cinta Jakarta, itu adalah rumahku dan tempat semua keluarga dan teman-teman tercintaku berkumpul. Tapi, biarkan aku menjelajahi bumi ini, atau tidak, biarkan aku menetap di sini. Bukan tak cinta, hanya saja aku ingin menjadikan Jakarta hanya rumah, tujuan pulangku, untuk sementara ini. Tapi, bila suatu saat aku dapat pekerjaan di Jakarta dan menjanjikan, aku tak mungkin menolaknya. Jadi, tak perlu khawatir. Bandung merawatku dengan baik, orang-orangnya juga merawatku dengan sentuhan anggun. Kelak jika kalian akan meninggalkan Jakarta, coba hadapi. Kadang tak terlalu buruk juga, malah kadang lebih baik. Karena aku selalu yakin, dibalik kehilangan pasti akan digantikan sesuatu yang jauh lebih baik. Hanya tinggal bagaimana caranya kita pandai menerima. Caranya, jangan pernah berharap sesuatunya akan sama atau membandingkan dengan yang lama. Hadapi saja, nikmati, dan lupakan yang sekiranya tak terlalu mesti kau ingat. Agar bisa menerima keindahan dan keramahan kota-kota berikutnya yang mungkin aku atau kalian datangi. Asalkan satu, jangan pernah lupakan jalan menuju rumahmu.

  Kita (harus) bertumbuh, dari Kota Bandung,
  Dan semua yang hanyut dalam lagu dan langit mendung.


Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar