Kalau dipikir-pikir buat apa ya sekarang hidup? Tujuannya apa? Dulu sih iya, ada tujuannya, ada ambisi, ada target, ada cita-cita yang mesti diraih. Lah, kalau sekarang mau ngapain? Kalau dulu sih rela remukin badan, rela peluh susah payah, rela sejadi-jadinya. Mau bungkam semua hal remeh, mau membuktikan ke orang, ke seseorang, mungkin gak tahu juga dianya. Mau jadi orang yang bisa setidaknya membuktikan kalau punya mimpi ya cuma bisa diraih. Lah, kalau sekarang bisa apa?
Kalau dulu masih bisa percaya ke orang, "orang", sekarang susah, mana bisa? Kalau dulu masih banyak khayalan, sekarang setelah realita yang ada cuma bisa bikin kecewa mau marah ke siapa? Kalau hidup sekarang berbeda dari yang sebelumnya, yang diharapkan, yang sudah pada jalur yang benar menurut diri berubah drastis karena pengorbanan salah siapa? Kalau dulu bergantung pada keindahan hawa yang bisa meneduhkan hati, sekarang sudah tak bernilai, sudah basi apa bisa diperbaiki? Kalau dulu cinta, suka, sayang deh sama orang apa gak bisa setengah-setengah? Rasanya sekarang mau setengah-setengah mau gak, gak ada bedanya. Kalau dulu bisa jadi telinga yang selalu bisa dengerin apa pun, apa telinga bisa terima pengkhianatan dan penghinaan?
Kalau dulu kenal baik dengan anak kecil yang punya mimpi, punya kemauan besar, setelah tahu busuknya dunia, apa anak kecil bakal jadi anak bego yang selamanya mau ditipu dunia? Kalau dulu cuma bisa berharap berharap berharap, berharap yang disayang suatu saat akan mengerti, yah, siap-siap aja mati dalam imaji sendiri. Kalau dulu masih polos, masih indah seisi dunia ini, sekarang orang-orang baik juga sudah gak ada. Kalau dulu takut hari yang buruk bakal datang setidaknya ada napas menenangkan, sekarang gak ada, gak ada. Kalau dulu percaya cerita bakal mengurangi beban, kayaknya cuma menghapus rasa penasaran orang lain aja, memenuhi hasrat ingin tahu orang. Selesai, kadang enggak juga. Kebanyakan enggak, gak selesai.
Terus apa guna hidup sih sekarang? Kalau semua hal yang telah dibangun sejak kecil, keyakinan yang sudah ditanam sejak belia, hancur semua oleh semua kenyataan bahwa hidup ini memaksa kita sebagai tokoh siapa dan apa. Buat apa lagi kalau hidup kalau rasa-rasanya gairah sudah direnggut paksa. Beda banget dari dulu yang benar-benar punya semangat, gairah, sekarang cuma hidup dari hari ke hari. Pengennya sih gak mau menyesali semua yang sudah lewat, tapi apakah manusia bisa bohong sama akal dan hatinya sendiri? Apa manusia bisa ingkar dari apa yang dirasakan? Pengennya gak mau nyesel, tapi rindu kehidupan yang dulu sebelum rusak apa gak wajar? "Nyesel gak ada gunanya." Iya, benar. Sama gak bergunanya seperti berusaha menjadi orang yang dimau semua orang tapi lupa diri. Sama kayak gak ada gunanya membohongi diri oleh semua hal yang palsu.
Lantas mau apa lagi dibuat? Kalau semua yang pernah dan dikiranya akan selalu ada menghilang tanpa jejak. Bisa apa? Kalau ternyata bangun dari mimpi indah gak ada bedanya sama mimpi buruk. Lucu juga kalau selama ini berpikir bahwa orang yang selalu disebut dalam doa, dalam malam, dalam puisi-puisi yang gak akan pernah terbit, ternyata dan nyatanya orang itu gak peduli. Orang itu gak tahu, gak mau tahu, gak mengerti, gak mau mencoba mengerti. Lucu juga selama ini berdarah, bernanah buat orang yang gak akan berbelas kasih, apalagi memberi kasih. Jangan bilang cinta tanpa pamrih, omong kosong! Di dunia ini gak ada sesuatu yang gak mengharapkan imbalan, balasan, atau apa pun itu. Balik lagi, kembali bahwa imajinasi yang mendorong semangat akan kehidupan yang lebih baik, "karenanya", cuma obsesi belaka yang seiring berjalannya waktu akan, "Wah, bego banget gua selama ini."
Bicara soal perubahan, kekecewaan akan dunia, harapan yang cuma refleksi dari kecewa, semua hal brengsek dan bajingan yang gak bisa diluapkan, dimusnahkan. Di mana diri mulai kehilangan sendi kepribadiannya, bertahan, bertahan. Pertanyaannya masih sama, makna hidup, guna hidup tuh masih apa sih? Masih gak tahu sebenarnya. Yaudah, jalani aja dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar